Sabtu, 17 Oktober 2015

Pariwisata Kota Pangkalpinang

Wisata Sejarah

Sebagai bagian dari Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, Pangkalpinang merupakan salah satu kota yang memiliki rekaman sejarah yang cukup penting di propinsi ini, mulai dari sejarah penambangan timah sampai dengan sejarah perlawanan terhadap penjajahan Belanda dan Jepang. Berbagai Benda Cagar Budaya dan Sejarah yang tersisa saat ini menjadi petunjuk bahwa kota Pangkalpinang memegang peranan penting dalam perjalanan sejarah propinsi Bangka Belitung pada umumnya, dan pulau Bangka pada khususnya.

GPIB MARANATHA (Kerkeraad der Protestansche Gemente to Pangkalpinang)

Pada masa pemerintahan Residen J.E Edie (memerintah Tahun 1925-1928 Masehi), Pemerintah Kolonial Belandasekitar tahun 1926-1927 Masehi, mulai membangun gedung Kerkeraad Der Protestansche Gemeente to Pangkalpinang. Gereja ini merupakan bagian dari Gereja Protestan di Indonesia (GPI), Der Protestansche Kerk in Nedherlandsch-Indie, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Indische Kerk. Gereja dibangun pada posisi di sebelah Timur rumah residen (residentshuis te Pangkalpinang op Bangka),terletak di Jalan Jenderal Sudirman pada 02º07’14”LS-106º06’50” BT(48 M 0623866 mU-9765566 mT). Pada posisi bagian depan bangunan terdapat tugu Titik Nol pulau Bangka dan resident straat (sekarang Jalan Merdeka). Gedung gereja dibangun di lokasi gemeente Pangkalpinang (dibentuk berdasarkan Inlandshe Gemeente Ordonantie dan Inlandshe Gemeente Ordonantie voor Buitengewestenpada Tahun 1916).GPIB Maranatha memiliki ciri khas yang unik dan menarik karena terdapat menara jam sehingga orang Bangka sering menyebutnya Gereja Menara Jam. Mesin jam dengan sistem penggerak otomatis berada pada bagian tengah menara, diproduksi oleh NEDERLANDSCHE FABRIEK VAN TORENUURWERKEN B.E IJSBOUTS ASTEN dengan Nomor 3061 berangka tahun ANNO 1930. Mesin jam walaupun sudah sangat tua masih berfungsi dengan baik menggerakkan jarum-jarum jam di puncak menara dan menggerakkan lonceng terbuat dari logam berangka tahun 1928 Masehi.Pemerintah Belanda menempatkan beberapa pendeta untuk melayani jemaat gereja yaitu; J.N. Beiger, Pendeta Oranje, Pendeta Lawalata, Penatua Pasalbessy, Pendeta Siswabessy, Pendeta Kaihatu dan setelah kemerdekaan berturut-turut yang menjadi pendeta adalah Pendeta Z. Pattinama (tahun 1957-1973), Pendeta F.J. Latumaerissa (tahun 1973-1983), Pendeta P.E. Linggar (tahun 1983-1987), Pendeta B. Simon Binadji, B.Th. (tahun 1987-1993), Pendeta L. Tiwow, S.Th. (tahun 1994-1995), Pendeta M.S. Kapoh, S.Th. (tahun 1996-1999) dan Pendeta P. Lumban Gaol, S.Th. (tahun 1999-2005), Pendeta Egbert Parasian Sihombing, S.Th (tahun 2005-2009) dan Pendeta Dra. Ivonne Diana Taroreh Loupatty, M.Min.GPIB Maranatha adalah Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Masjid Jamik

Masjid Jamik merupakan salah satu masjid terbesar di Pangkalpinang, dibangun pada tanggal 3 Syawal 1355 H atau bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1936 M,terletak di jalan Masjid Jamik, pada 02°07¢47² LS – 106°06¢44² BT (48 M 0623692 mU – 9764561 mT). Masjid didirikan oleh penduduk Kampung Dalam dan Kampung Tengah Tuatunu yang pindah ke wilayah Pangkalpinang dan mendirikan kampung dengan nama atau toponim yang sama dengan kampung asalnya di Tuatunu yaitu Kampung Tengah dan Kampung Dalam. Bentuk fisik awal masjid semi permanen, berlantai semen berdinding papan, beratap genteng, bila dilihat dari atas berbentuk seperti piramida. Bangunannya bertingkat tiga, pada bagian bawah dipergunakan untuk sholat dan pengajian. Di bagian tingkat tengah berfungsi sebagai tempat menyimpan kitab-kitab kuning, buku-buku agama, tikar dan alat perlengkapan masjid lainnya, sedangkan di bagian tingkatan atas berfungsi sebagai menara untuk Muazin mengumandangkan azan. Pada tahun 1950-1954 M, masjid direnovasi dengan dana partisipasi dari masyarakat di pulau Bangka dan menurut catatan, Wakil Presiden RI, Drs. Mohammad Hatta ikut menyumbang sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah). Pada tahun 1955-1961 Masehi, renovasi dilanjutkan untuk penyelesaian akhir bangunan masjid dan pembangunan menara masjid setinggi 23 meter. Peresmian selesainya renovasi masjid dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 1961. Salah satu keunikan masjid Jamik adalah antara tangga depan (berbentuk setengah lingkaran) dengan atapnya dihiasi oleh tiang penyangga kecil sebanyak 6 tiang (3 tiang di sebelah kanan dan 3 tiang di sebelah kiri) dapat diartikan sebagai Rukun Iman. Masjid memiliki 4 tiang utama sesuai jumlah khalifaturrasyidin, memiliki 5 pintu masuk, 3 di depan dan 1 disamping kiri dan 1 di samping kanan serta terdiri atas 3 undakan atau tingkatan dengan 1 kubah. Masjid Jamik adalah salah satu Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010 dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Menara Air Minum (Watertoren)

Menara Air Minum (Watertoren) terletak di Kompleks Perumahan Timah Bukit Baru, di sisi sebelah Utara jalan Anggrek, berada pada  02º06’49” LS-106º06’26” BT (48 M 0623142 mU-9766332 mT). Bentuk bangunan mirip dua tangki raksasa berukuran 12,6 m x 9,6 m, tinggi 5 m, diameter 8,25 m, ditopang instalasi bangunan yang terdapat pipa-pipa besar berfungsi untuk menyuplai air kepada pelanggan di Pangkalpinang. Menara Air Minum dibatasi 6 tugu pembatas (patok) yang dibuat dari batu granit.
Menara Air Minum (watertoren) berangka tahun 1932 M, adalah bagian dari fasilitas instalasi air minum yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda, direncanakan pembangunannya sejak residen A.J.N. Engelenberg (memerintah tahun 1913-1918 Masehi) dan pembangunannya dimulai masa pemerintahan Residen J.E. Edie (memerintah tahun 1925-1928 Masehi). J.E. Edie melakukan penelitian mencari sumber baku air bersih untuk Pangkalpinang pada tahun 1927 Masehi. Pada tahap awal pencarian didapat tiga lokasi alternatif yaitu di Gunung Doel, di Sungai Nyelanding dan di Gunung Mangkoel. Sumber air baku di Gunung Doel, debit atau volume airnya sangat sedikit, sedangkan Sungai Nyelanding tingkat kekeruhan airnya sangat tinggi, sehingga dipilihlah alternatif ketiga yaitu sumber air yang berada di Gunung Mangkoel atas saran seorang ahli bernama Bas van Hout.
Pembangunan fasilitas air minum untuk Kota Pangkalpinang kemudian dilanjutkan pada masa Residen Hooyer, DG yang menjadi Residen Bangka pada tahun 1928-1931 Masehi. Pembangunan fasilitas air minum Pangkalpinang dilakukan oleh aannemer (kontraktor) Toko Lindeteves Stokvis Betawi dengan kontrak sekitar Tiga ratus ribu rupiah. Sebagian besar dana pembangunan diperoleh dari kas geemente kampung yang dipinjamkan dengan bunga sebesar 60 persen setahun. Fasilitas air minum Pangkalpinang kemudian dikelola oleh Plaatselijk Fonds yaitu satu badan yang mengelola dan mengurus Eigendom (milik) Pemerintah Hindia Belanda, dan badan ini mengurus dana/keuangan yang diperoleh dari pajak, opstalperceelen, reklame, minuman keras, retribusi pasar, dan penerangan jalan, semuanya berdasarkan verordening/peraturan yang berlaku. Menara Air Minum merupakan Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Keterangan
Ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya melalui penetapan No. PM.13/PW.007/MKP/2010

Museum Timah

Museum Timah Indonesia (Househill) terletak di jalan Ahmad Yani (dulu jalan Damai) berada pada posisi 02°07'14² LS - 106°06'35² BT (48 M 0623391 mU - 9765815 mT). Rumah milik BTW (Banka Tinwinning Bedrjff) ini pernah dijadikan tempat perundingan pra Roem-Royen antara wakil pemerintah Republik Indonesia, utusan Komisi Tiga Negara (KTN) dan utusan Pemerintah Hindia Belanda, karena tempat perundingan di Menumbing, Muntok kurang representatif. Selesai pelaksanaan perundingan para pemimpin Republik Indonesia tidak langsung pulang akan tetapi menginap di rumah tersebut. Rumah terdiri atas lima kamar, satu kamar besar digunakan untuk berunding dan empat kamar lainnya digunakan untuk kamar tidur. Pada malam harinya para pemimpin diundang oleh Ketua Dewan Bangka, Masjarif Datuk Bendaharo Lelo dan Demang Pangkalpinang, Sidi Menek. Kedatangan para pemimpin ke Pangkalpinang dimanfaatkan oleh masyarakat Pangkalpinang untuk berkunjung walaupun hanya sekedar bersalaman. Pemimpin yang paling lama tinggal di rumah ini adalah Bapak TNI Angkatan Udara, RS. Soerjadarma, dan orang Pangkalpinang sangat menghormatinya. Melalui beberapa kali perundingan atau diplomasi di Pangkalpinang lahirlah Konferensi Roem Royen atau Roem-Royen Statement tanggal 7 Mei 1949 yang salah satu isinya, bahwa pemerintah Belanda menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta. Setelah masa kemerdekaan bangunan rumah ini dijadikan sebagai Museum Wisma Budaya dengan menghilangkan kamar-kamar menjadi ruang-ruang tanpa sekat guna menyimpan koleksi museum. Begitu juga pintu masuk teras depan yang berbahan bata, kini telah diubah menjadi dinding marmer. Pada tanggal 2 Agustus 1997, PT. Timah, Tbk., menjadikan Museum Wisama Budaya menjadi Museum Timah Indonesia dengan mengkhususkan koleksinya pada sejarah penambangan timah di pulau Bangka. Museum Timah Indonesia merupakan salah satu Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Informasi

  • Lokasi: Jalan Jenderal Ahmad Yani No.17
  • Obyek Terdekat: Rumah Residen, Rumah Sakit Bakti Timah

Keterangan

Ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya melalui penetapan No. PM.13/PW.007/MKP/2010

Pemakaman Belanda (Kerkhof)

Kompleks Pemakaman Belanda (Kerkhof), terletak di jalan Sekolah Kelurahan Melintang Kecamatan Rangkui. Di sini terdapat sekitar 100 makam dengan nisan bertuliskan bahasa Indonesia, Jepang dan Belanda. Kerkof adalah salah satu bukti bahwa Pangkalpinang memiliki nilai strategis bagi Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu, yang tertua berasal dari tahun 1902 dan termuda sekitar tahun 1950-an.
Kompleks makam memiliki keunikan karena merupakan kompleks pemakaman umum orang Belanda, salah satu makam tertua adalah makam Nyonya Irene Mathilde Ehrencron yang wafat pada tanggal 10 Maret 1928. Di sini juga terdapatt makam tentara Belanda korban Perang Dunia Kedua.
Kerkof adalah salah satu bukti bahwa Pangkalpinang memiliki nilai strategis bagi Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu.

Rumah Residen

Rumah Residen Pangkalpinang atau dalam nama lainnya adalah Residentshuis Te Pangkalpinang Op Bangka. Bangunan rumah Residen terletak pada kawasan civic centre Pangkalpinang, berada pada 02º07’14” LS-106º06’46” BT (48 M 0624805 mU- 9765577 mT). Masyarakat Bangka menyebutnya sebagai rumah besar karena bangunannya besar dengan 10 pilar pada teras yang menghadap ke arah Selatan, dengan bentuk atap limasan.
Bangunan bergaya arsitektur Eropa, ditandai dengan banyaknya pilar, pintu utama tinggi dan besar menghadap ke arah alun-alun Selatan dan alun-alun Utara serta dilengkapi jendela dan lubang ngerancang berjumlah banyak sebagai media sirkulasi udara. Bangunan rumah terdiri atas bangunan inti dan paviliun pada sisi Timurnya. Di halaman depan rumah terdapat dua meriam kuno berangka tahun 1840 Masehi dan pada dudukannya berangka tahun 1857 Masehi serta tulisan AGW. Bangunan, awalnya ditempati oleh administratur pemerintahan sipil distrik atau onder afdelinggen yang dikepalai oleh controlleur Pangkalpinang, karena setelah ditandatangani traktat London pada tanggal 13 Agustus 1814 Masehi dan setelah serah terima daerah kekuasaan antara M.H. Court sebagai perwakilan kerajaan Inggris dengan K. Heynes sebagai perwakilan kerajaan Belanda di Muntok pada tanggal 10 Desember 1816 Masehi, Pangkalpinang dijadikan sebagai satu distrik utama di pulau Bangka. Controlleur terakhir yang menempati rumah adalah R.J. Koppenol. Rumah mulai ditempati residen pada tanggal 3 September 1913, ketika Pangkalpinang dijadikan ibukota keresidenan dan residen pertama menempati rumah ini adalah A.J.N. Engelenberg (masa pemerintahan 1913-1918 Masehi), selanjutnya secara berurutan residen yang menempati rumah residen hingga masa kemerdekaan adalah; Doornik W, Fraser JJ, JE. Edie, Haze Winkelman WD, Hooyer DG, Starhamer HM, Mann CJ, dan P. Brouwer yang memerintah sampai masa pendudukan Jepang. Pada masa Jepang rumah ditempati oleh syu cho kan, kemudian setelah kemerdekaan, residen yang memerintah di Pangkalpinang yaitu Masjarif Datuk Bendaharolelo dan R.Soemarjo.
Saat ini rumah Residen menjadi Rumah Dinas Walikota Pangkalpinang dan merupakan Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Informasi

  • Obyek Terdekat: Museum Timah, Rumah Sakit Bakti Timah, Wisma Satoe

Keterangan

Ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya melalui penetapan No. PM.13/PW.007/MKP/2010

Taman Sari

Tamansari atau Wilhelmina Park terletak pada sisi Barat rumah Residen (Residentshuis Te Pangkalpinang op Bangka) dan pada sisi Timur gedung pertemuan Panti Wangka (Societeit Concordia) berada pada posisi 02°07'14² LS - 106°06'45² BT (48 M 0623710 mU - 9765577 mT).
Tamansari dirancang oleh Van Ben Benzenhorn, merupakan fasilitas pendukung dari rumah Residen yang berfungsi sebagai taman, konservasi tanaman, tempat berolahraga ringan dan tempat berangin-angin (zich onspannen). Luas areal Tamansari saat ini 3.780 m². Pada lokasi taman dibangun Tugu Pergerakan Kemerdekaan yang diresmikan oleh Wakil Presiden RI, Drs. Mohammad Hatta pada bulan Agustus 1949 dengan cara membuka selubung kain pada tugu. Bentuk tugu dibangun dengan arsitektur yang unik dan menarik terdiri atas 3 bagian, pada bagian bawah berbentuk punden berundak-undak berbentuk segi delapan dengan undakan sebanyak 17 undakan, yang memiliki makna, tanggal 17 saat diresmikannya Tugu Pergerakan Kemerdekaan. Undak-undak bersegi delapan diartikan sebagai bulan delapan atau bulan Agustus saat diresmikannya Tugu Pergerakan Kemerdekaan. Jumlah undak-undak dikalikan panjangnya tiap-tiap lingkar segi delapan berjumlah 49 meter, dapat diartikan Tugu Perjuangan Kemerdekaan dibuat pada tahun 1949. Bagian tengah berbentuk Yoni sedangkan bagian atas berbentuk Lingga dengan ukuran yang simetris sehingga tampak serasi. Tinggi keseluruhan mulai dari undak  terbawah sampai puncak Lingga setinggi 7,65 m, terdiri dari tinggi undak dan Yoni 1,65 m dan tinggi lingga 4,35 m dengan luas areal tugu seluas 168 m2. Nama wilhelmina park diubah menjadi Tamansari setelah kemerdekaan bersamaan dengan perubahan nama jalan Merdeka (resident straat). Tamansari juga dijadikan sebagai nama satu kecamatan di Pangkalpinang tempat lokasi taman berada.
Tamansari (wilhelmina park) merupakan salah satu Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Tugu Pergerakan Kemerdekaan

Tugu Pergerakan Kemerdekaan, terletak di jalan Merdeka berlokasi di area Tamansari (Wilhelmina Park). Tugu ini dibangun untuk mengenang perjuangan rakyat bangka dalam mempertahankan serta merebut kemerdekaan setelah proklamasi 17 Agustus 1945, dan diresmikan oleh Bung Hatta pada tahun 1949.
Bentuk tugu dengan arsitek menarik dan unik terdiri atas lingga di atas punden berundak-undak dan yoninya berada di atas lingga dengan bentuk simetris mencerminkan perjuangan yang dilakukan oleh berbagai suku dan lapisan masyarakat. Pada tugu prasasti tertulis "Surat kuasa kembalinya Ibukota Republik Indonesia ke Yogyakarta, diserahterimakan oleh Ir. Soekarno kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Medio Juni 1949."
Tugu ini ditopang oleh bangunan balok segi enam mirip kelopak bunga, terbuat dari semen dan pasir dilapisi pasir kuarsa. Lantai dasar tugu berbentuk segi enam berundak setinggi ± 1,5 meter. Tugu Pergerakan Kemerdekaan saat ini merupakan salah satu Benda cagar Budaya Kota Pangkalpinang.

Informasi

  • Obyek Terdekat: Museum Timah, Rumah Residen, Rumah Sakit Bakti Timah, Wisma Satoe

Keterangan

Ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya melalui penetapan No. PM.13/PW.007/MKP/2010

Wisma Satoe

Wisma Timah Satoe (Woonhuis Te Pangkalpinang) terletak di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 20, terletak pada sisi utara rumah Residen (Residentshuis Te Pangkalpinang op Bangka), berada pada posisi posisi 02°07'14² LS dan 106°06'46² BT.
Rumah ini pernah menjadi rumah dinas asisten residen Belanda ketika pemerintahan kolonial Belanda menerapkan Bestuurhervorming Wet pada Tahun 1922 yang mengenal tiga tingkat daerah otonom yaitu provinsi (provinsi ordonansi), kabupaten (regensche ordonansi) dan kota (staatsgmente ordonansi), terutama pada masa pemerintahan residen Bangka, Starhamer HM (memerintah pada tahun 1931-1934 Masehi), ketika pada waktu itu Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan menjadi Residentie en Orderherichgheiden dengan pulau utama Bangka sebagai residen dan pulau Belitung beserta pulau-pulau kecil lainnya sebagai onder afdelingen yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen, atas dasar ordonansi tanggal 2 Desember 1933, Stbl. Nomor 565. Pada sisi sebelah Timur gedung Wisma Timah Satoe terdapat kantor pengadilan (landraad), kantor asisten residen (asistent resident cantoor, sekarang BB centre point) yang bersebelahan di sisi Selatannya dengan kantor residen (resident cantoor, yang pernah dijadikan sebagai kantor sementara Gubernur Kepulauan Bangka Belitung ketika provinsi ini baru dibentuk). Gedung Wisma Timah Satoe adalah bangunan satu lantai dengan atap berbentuk limas, dinding batu bata, lantai tegel berwarna kuning bermotif. Pintu dan jendela dibuat dari kayu dan kaca. Bangunan utama memiliki satu ruang tamu, ruang keluarga dan empat kamar tidur (satu kamar tidur utama). Dapur dan bangunan untuk kamar pembantu/sopir terpisah dari bangunan utama dihubungkan dengan selasar. Kondisi bangunan terawat dengan baik, belum banyak yang diubah, kecuali penambahan ruang penerima tamu pada bangunan kamar pembantu dan sopir sebagai fasilitas tambahan. Bangunan Wisma Timah Satoe seluas 1.292 m², berdiri di atas lahan seluas 2.829 m² saat ini difungsikan sebagai penginapan.
Bangunan Wisma Timah Satoe adalah salah satu Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar