Wisata Sejarah
Sebagai bagian dari Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, Pangkalpinang
merupakan salah satu kota yang memiliki rekaman sejarah yang cukup
penting di propinsi ini, mulai dari sejarah penambangan timah sampai
dengan sejarah perlawanan terhadap penjajahan Belanda dan Jepang.
Berbagai Benda Cagar Budaya dan Sejarah yang tersisa saat ini menjadi
petunjuk bahwa kota Pangkalpinang memegang peranan penting dalam
perjalanan sejarah propinsi Bangka Belitung pada umumnya, dan pulau
Bangka pada khususnya.
GPIB MARANATHA (Kerkeraad der Protestansche Gemente to Pangkalpinang)
Pada masa pemerintahan Residen J.E Edie (memerintah Tahun 1925-1928 Masehi), Pemerintah Kolonial Belandasekitar tahun 1926-1927 Masehi, mulai membangun gedung Kerkeraad Der Protestansche Gemeente to Pangkalpinang. Gereja ini merupakan bagian dari Gereja Protestan di Indonesia (GPI), Der Protestansche Kerk in Nedherlandsch-Indie, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Indische Kerk. Gereja dibangun pada posisi di sebelah Timur rumah residen (residentshuis te Pangkalpinang op Bangka),terletak di Jalan Jenderal Sudirman pada 02º07’14”LS-106º06’50” BT(48 M 0623866 mU-9765566 mT). Pada posisi bagian depan bangunan terdapat tugu Titik Nol pulau Bangka dan resident straat (sekarang Jalan Merdeka). Gedung gereja dibangun di lokasi gemeente Pangkalpinang (dibentuk berdasarkan Inlandshe Gemeente Ordonantie dan Inlandshe Gemeente Ordonantie voor Buitengewestenpada Tahun 1916).GPIB Maranatha memiliki ciri khas yang unik dan menarik karena terdapat menara jam sehingga orang Bangka sering menyebutnya Gereja Menara Jam. Mesin jam dengan sistem penggerak otomatis berada pada bagian tengah menara, diproduksi oleh NEDERLANDSCHE FABRIEK VAN TORENUURWERKEN B.E IJSBOUTS ASTEN dengan Nomor 3061 berangka tahun ANNO 1930.
Mesin jam walaupun sudah sangat tua masih berfungsi dengan baik
menggerakkan jarum-jarum jam di puncak menara dan menggerakkan lonceng
terbuat dari logam berangka tahun 1928 Masehi.Pemerintah Belanda menempatkan beberapa pendeta untuk melayani jemaat gereja yaitu; J.N. Beiger,
Pendeta Oranje, Pendeta Lawalata, Penatua Pasalbessy, Pendeta
Siswabessy, Pendeta Kaihatu dan setelah kemerdekaan berturut-turut yang
menjadi pendeta adalah Pendeta Z. Pattinama (tahun 1957-1973), Pendeta
F.J. Latumaerissa (tahun 1973-1983), Pendeta P.E. Linggar (tahun
1983-1987), Pendeta B. Simon Binadji, B.Th. (tahun 1987-1993), Pendeta
L. Tiwow, S.Th. (tahun 1994-1995), Pendeta M.S. Kapoh, S.Th. (tahun
1996-1999) dan Pendeta P. Lumban Gaol, S.Th. (tahun 1999-2005), Pendeta Egbert Parasian Sihombing, S.Th (tahun 2005-2009) dan Pendeta Dra. Ivonne Diana Taroreh Loupatty, M.Min.GPIB
Maranatha adalah Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8
Januari 2010) dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Masjid Jamik
Masjid Jamik merupakan salah satu masjid terbesar di Pangkalpinang, dibangun pada tanggal 3 Syawal 1355 H atau bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1936 M,terletak di jalan Masjid Jamik, pada 02°07¢47² LS – 106°06¢44²
BT (48 M 0623692 mU – 9764561 mT). Masjid didirikan oleh penduduk
Kampung Dalam dan Kampung Tengah Tuatunu yang pindah ke wilayah
Pangkalpinang dan mendirikan kampung dengan nama atau toponim yang sama
dengan kampung asalnya di Tuatunu yaitu Kampung Tengah dan Kampung
Dalam. Bentuk fisik awal masjid semi permanen, berlantai semen berdinding papan, beratap genteng, bila dilihat dari atas berbentuk seperti piramida. Bangunannya bertingkat tiga, pada bagian bawah dipergunakan untuk sholat dan pengajian. Di
bagian tingkat tengah berfungsi sebagai tempat menyimpan kitab-kitab
kuning, buku-buku agama, tikar dan alat perlengkapan masjid lainnya,
sedangkan di bagian tingkatan atas berfungsi sebagai menara untuk Muazin
mengumandangkan azan.
Pada tahun 1950-1954 M, masjid direnovasi dengan dana partisipasi dari
masyarakat di pulau Bangka dan menurut catatan, Wakil Presiden RI, Drs.
Mohammad Hatta ikut menyumbang sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah). Pada
tahun 1955-1961 Masehi, renovasi dilanjutkan untuk penyelesaian akhir
bangunan masjid dan pembangunan menara masjid setinggi 23 meter.
Peresmian selesainya renovasi masjid dilaksanakan pada tanggal 3 Juni
1961. Salah
satu keunikan masjid Jamik adalah antara tangga depan (berbentuk
setengah lingkaran) dengan atapnya dihiasi oleh tiang penyangga kecil
sebanyak 6 tiang (3 tiang di sebelah kanan dan 3 tiang di sebelah kiri) dapat diartikan sebagai Rukun Iman. Masjid memiliki 4 tiang utama sesuai jumlah khalifaturrasyidin, memiliki 5 pintu masuk, 3 di depan dan 1 disamping kiri dan 1 di samping
kanan serta terdiri atas 3 undakan atau tingkatan dengan 1 kubah.
Masjid Jamik adalah salah satu Cagar Budaya Kota Pangkalpinang
(Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor :
PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010 dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Keterangan
Ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya melalui penetapan No. PM.13/PW.007/MKP/2010
Menara Air Minum (Watertoren)
Menara
Air Minum (Watertoren) terletak di Kompleks Perumahan Timah Bukit Baru,
di sisi sebelah Utara jalan Anggrek, berada pada 02º06’49”
LS-106º06’26” BT (48 M 0623142 mU-9766332 mT). Bentuk bangunan mirip dua
tangki raksasa berukuran 12,6 m x 9,6 m, tinggi 5 m, diameter 8,25 m,
ditopang instalasi bangunan yang terdapat pipa-pipa besar berfungsi
untuk menyuplai air kepada pelanggan di Pangkalpinang. Menara Air Minum
dibatasi 6 tugu pembatas (patok) yang dibuat dari batu granit.
Menara Air Minum (watertoren) berangka tahun 1932 M, adalah bagian dari fasilitas instalasi air minum yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda, direncanakan pembangunannya sejak residen A.J.N. Engelenberg (memerintah tahun 1913-1918 Masehi) dan pembangunannya dimulai masa pemerintahan Residen J.E. Edie (memerintah tahun 1925-1928 Masehi). J.E. Edie melakukan penelitian mencari sumber baku air bersih untuk Pangkalpinang pada tahun 1927 Masehi. Pada tahap awal pencarian didapat tiga lokasi alternatif yaitu di Gunung Doel, di Sungai Nyelanding dan di Gunung Mangkoel. Sumber air baku di Gunung Doel, debit atau volume airnya sangat sedikit, sedangkan Sungai Nyelanding tingkat kekeruhan airnya sangat tinggi, sehingga dipilihlah alternatif ketiga yaitu sumber air yang berada di Gunung Mangkoel atas saran seorang ahli bernama Bas van Hout.
Pembangunan fasilitas air minum untuk Kota Pangkalpinang kemudian dilanjutkan pada masa Residen Hooyer, DG yang menjadi Residen Bangka pada tahun 1928-1931 Masehi. Pembangunan fasilitas air minum Pangkalpinang dilakukan oleh aannemer (kontraktor) Toko Lindeteves Stokvis Betawi dengan kontrak sekitar Tiga ratus ribu rupiah. Sebagian besar dana pembangunan diperoleh dari kas geemente kampung yang dipinjamkan dengan bunga sebesar 60 persen setahun. Fasilitas air minum Pangkalpinang kemudian dikelola oleh Plaatselijk Fonds yaitu satu badan yang mengelola dan mengurus Eigendom (milik) Pemerintah Hindia Belanda, dan badan ini mengurus dana/keuangan yang diperoleh dari pajak, opstalperceelen, reklame, minuman keras, retribusi pasar, dan penerangan jalan, semuanya berdasarkan verordening/peraturan yang berlaku. Menara Air Minum merupakan Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Menara Air Minum (watertoren) berangka tahun 1932 M, adalah bagian dari fasilitas instalasi air minum yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda, direncanakan pembangunannya sejak residen A.J.N. Engelenberg (memerintah tahun 1913-1918 Masehi) dan pembangunannya dimulai masa pemerintahan Residen J.E. Edie (memerintah tahun 1925-1928 Masehi). J.E. Edie melakukan penelitian mencari sumber baku air bersih untuk Pangkalpinang pada tahun 1927 Masehi. Pada tahap awal pencarian didapat tiga lokasi alternatif yaitu di Gunung Doel, di Sungai Nyelanding dan di Gunung Mangkoel. Sumber air baku di Gunung Doel, debit atau volume airnya sangat sedikit, sedangkan Sungai Nyelanding tingkat kekeruhan airnya sangat tinggi, sehingga dipilihlah alternatif ketiga yaitu sumber air yang berada di Gunung Mangkoel atas saran seorang ahli bernama Bas van Hout.
Pembangunan fasilitas air minum untuk Kota Pangkalpinang kemudian dilanjutkan pada masa Residen Hooyer, DG yang menjadi Residen Bangka pada tahun 1928-1931 Masehi. Pembangunan fasilitas air minum Pangkalpinang dilakukan oleh aannemer (kontraktor) Toko Lindeteves Stokvis Betawi dengan kontrak sekitar Tiga ratus ribu rupiah. Sebagian besar dana pembangunan diperoleh dari kas geemente kampung yang dipinjamkan dengan bunga sebesar 60 persen setahun. Fasilitas air minum Pangkalpinang kemudian dikelola oleh Plaatselijk Fonds yaitu satu badan yang mengelola dan mengurus Eigendom (milik) Pemerintah Hindia Belanda, dan badan ini mengurus dana/keuangan yang diperoleh dari pajak, opstalperceelen, reklame, minuman keras, retribusi pasar, dan penerangan jalan, semuanya berdasarkan verordening/peraturan yang berlaku. Menara Air Minum merupakan Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Keterangan
Ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya melalui penetapan No. PM.13/PW.007/MKP/2010
Museum Timah
Museum Timah Indonesia (Househill) terletak di jalan Ahmad Yani (dulu jalan Damai) berada pada posisi 02°07'14² LS - 106°06'35² BT (48 M 0623391 mU - 9765815 mT). Rumah
milik BTW (Banka Tinwinning Bedrjff) ini pernah dijadikan tempat
perundingan pra Roem-Royen antara wakil pemerintah Republik Indonesia,
utusan Komisi Tiga Negara (KTN) dan utusan Pemerintah Hindia Belanda,
karena tempat perundingan di Menumbing, Muntok kurang representatif.
Selesai pelaksanaan perundingan para pemimpin Republik Indonesia tidak
langsung pulang akan tetapi menginap di rumah tersebut. Rumah terdiri
atas lima kamar, satu kamar besar digunakan untuk berunding dan empat
kamar lainnya digunakan untuk kamar tidur. Pada malam harinya para
pemimpin diundang oleh Ketua Dewan Bangka, Masjarif Datuk Bendaharo Lelo
dan Demang Pangkalpinang, Sidi Menek. Kedatangan para pemimpin ke
Pangkalpinang dimanfaatkan oleh masyarakat Pangkalpinang untuk
berkunjung walaupun hanya sekedar bersalaman. Pemimpin yang paling lama
tinggal di rumah ini adalah Bapak TNI Angkatan Udara, RS. Soerjadarma,
dan orang Pangkalpinang sangat menghormatinya. Melalui beberapa kali
perundingan atau diplomasi di Pangkalpinang lahirlah Konferensi Roem
Royen atau Roem-Royen Statement tanggal 7 Mei 1949 yang salah satu
isinya, bahwa pemerintah Belanda menyetujui kembalinya Pemerintahan
Republik Indonesia ke Yogyakarta. Setelah masa kemerdekaan bangunan
rumah ini dijadikan sebagai Museum Wisma Budaya dengan menghilangkan
kamar-kamar menjadi ruang-ruang tanpa sekat guna menyimpan koleksi
museum. Begitu juga pintu masuk teras depan yang berbahan bata, kini
telah diubah menjadi dinding marmer. Pada tanggal 2 Agustus 1997, PT.
Timah, Tbk., menjadikan Museum Wisama Budaya menjadi Museum Timah
Indonesia dengan mengkhususkan koleksinya pada sejarah penambangan timah
di pulau Bangka. Museum Timah Indonesia merupakan salah satu Cagar
Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Nomor : PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Informasi
- Lokasi: Jalan Jenderal Ahmad Yani No.17
Keterangan
Ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya melalui penetapan No. PM.13/PW.007/MKP/2010Pemakaman Belanda (Kerkhof)
Kompleks
Pemakaman Belanda (Kerkhof), terletak di jalan Sekolah Kelurahan
Melintang Kecamatan Rangkui. Di sini terdapat sekitar 100 makam dengan
nisan bertuliskan bahasa Indonesia, Jepang dan Belanda. Kerkof adalah
salah satu bukti bahwa Pangkalpinang memiliki nilai strategis bagi
Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu, yang tertua berasal dari tahun
1902 dan termuda sekitar tahun 1950-an.
Kompleks
makam memiliki keunikan karena merupakan kompleks pemakaman umum orang
Belanda, salah satu makam tertua adalah makam Nyonya Irene Mathilde
Ehrencron yang wafat pada tanggal 10 Maret 1928. Di sini juga terdapatt
makam tentara Belanda korban Perang Dunia Kedua.
Kerkof adalah salah satu bukti bahwa Pangkalpinang memiliki nilai strategis bagi Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu.
Rumah Residen
Rumah Residen Pangkalpinang atau dalam nama lainnya adalah Residentshuis Te Pangkalpinang Op Bangka. Bangunan
rumah Residen terletak pada kawasan civic centre Pangkalpinang, berada
pada 02º07’14” LS-106º06’46” BT (48 M 0624805 mU- 9765577 mT).
Masyarakat Bangka menyebutnya sebagai rumah besar karena bangunannya
besar dengan 10 pilar pada teras yang menghadap ke arah Selatan, dengan
bentuk atap limasan.
Bangunan
bergaya arsitektur Eropa, ditandai dengan banyaknya pilar, pintu utama
tinggi dan besar menghadap ke arah alun-alun Selatan dan alun-alun Utara
serta dilengkapi jendela dan lubang ngerancang berjumlah banyak sebagai
media sirkulasi udara. Bangunan rumah terdiri atas bangunan inti dan
paviliun pada sisi Timurnya. Di halaman depan rumah terdapat dua meriam
kuno berangka tahun 1840 Masehi dan pada dudukannya berangka tahun 1857
Masehi serta tulisan AGW. Bangunan, awalnya ditempati oleh administratur
pemerintahan sipil distrik atau onder afdelinggen yang dikepalai oleh
controlleur Pangkalpinang, karena setelah ditandatangani traktat London
pada tanggal 13 Agustus 1814 Masehi dan setelah serah terima daerah
kekuasaan antara M.H. Court sebagai perwakilan kerajaan Inggris dengan
K. Heynes sebagai perwakilan kerajaan Belanda di Muntok pada tanggal 10
Desember 1816 Masehi, Pangkalpinang dijadikan sebagai satu distrik utama
di pulau Bangka. Controlleur terakhir yang menempati rumah adalah R.J.
Koppenol. Rumah mulai ditempati residen pada tanggal 3 September 1913,
ketika Pangkalpinang dijadikan ibukota keresidenan dan residen pertama
menempati rumah ini adalah A.J.N. Engelenberg (masa pemerintahan
1913-1918 Masehi), selanjutnya secara berurutan residen yang menempati
rumah residen hingga masa kemerdekaan adalah; Doornik W, Fraser JJ, JE.
Edie, Haze Winkelman WD, Hooyer DG, Starhamer HM, Mann CJ, dan P.
Brouwer yang memerintah sampai masa pendudukan Jepang. Pada masa Jepang
rumah ditempati oleh syu cho kan, kemudian setelah kemerdekaan, residen
yang memerintah di Pangkalpinang yaitu Masjarif Datuk Bendaharolelo dan
R.Soemarjo.
Saat
ini rumah Residen menjadi Rumah Dinas Walikota Pangkalpinang dan
merupakan Cagar Budaya Kota Pangkalpinang (Peraturan Menteri Kebudayaan
dan Pariwisata Nomor: PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan
dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Informasi
Keterangan
Ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya melalui penetapan No. PM.13/PW.007/MKP/2010Taman Sari
Tamansari atau Wilhelmina Park terletak pada sisi Barat rumah Residen (Residentshuis Te Pangkalpinang op Bangka) dan pada sisi Timur gedung pertemuan Panti Wangka (Societeit Concordia) berada pada posisi 02°07'14² LS - 106°06'45² BT (48 M 0623710 mU - 9765577 mT).
Tamansari
dirancang oleh Van Ben Benzenhorn, merupakan fasilitas pendukung dari
rumah Residen yang berfungsi sebagai taman, konservasi tanaman, tempat
berolahraga ringan dan tempat berangin-angin (zich onspannen). Luas
areal Tamansari saat ini 3.780 m². Pada lokasi taman dibangun Tugu
Pergerakan Kemerdekaan yang diresmikan oleh Wakil Presiden RI, Drs.
Mohammad Hatta pada bulan Agustus 1949 dengan cara membuka selubung kain
pada tugu. Bentuk tugu dibangun dengan arsitektur yang unik dan menarik
terdiri atas 3 bagian, pada bagian bawah berbentuk punden
berundak-undak berbentuk segi delapan dengan undakan sebanyak 17
undakan, yang memiliki makna, tanggal 17 saat diresmikannya Tugu
Pergerakan Kemerdekaan. Undak-undak bersegi delapan diartikan sebagai
bulan delapan atau bulan Agustus saat diresmikannya Tugu Pergerakan
Kemerdekaan. Jumlah undak-undak dikalikan panjangnya tiap-tiap lingkar
segi delapan berjumlah 49 meter, dapat diartikan Tugu Perjuangan
Kemerdekaan dibuat pada tahun 1949. Bagian tengah berbentuk Yoni
sedangkan bagian atas berbentuk Lingga dengan ukuran yang simetris
sehingga tampak serasi. Tinggi keseluruhan mulai dari undak terbawah
sampai puncak Lingga setinggi 7,65 m, terdiri dari tinggi undak dan Yoni
1,65 m dan tinggi lingga 4,35 m dengan luas areal tugu seluas 168 m2.
Nama wilhelmina park diubah menjadi Tamansari setelah kemerdekaan
bersamaan dengan perubahan nama jalan Merdeka (resident straat).
Tamansari juga dijadikan sebagai nama satu kecamatan di Pangkalpinang
tempat lokasi taman berada.
Tamansari
(wilhelmina park) merupakan salah satu Cagar Budaya Kota Pangkalpinang
(Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor :
PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Tugu Pergerakan Kemerdekaan
Tugu
Pergerakan Kemerdekaan, terletak di jalan Merdeka berlokasi di area
Tamansari (Wilhelmina Park). Tugu ini dibangun untuk mengenang
perjuangan rakyat bangka dalam mempertahankan serta merebut kemerdekaan
setelah proklamasi 17 Agustus 1945, dan diresmikan oleh Bung Hatta pada
tahun 1949.
Bentuk tugu dengan
arsitek menarik dan unik terdiri atas lingga di atas punden
berundak-undak dan yoninya berada di atas lingga dengan bentuk simetris
mencerminkan perjuangan yang dilakukan oleh berbagai suku dan lapisan
masyarakat. Pada tugu prasasti tertulis "Surat kuasa kembalinya Ibukota
Republik Indonesia ke Yogyakarta, diserahterimakan oleh Ir. Soekarno
kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Medio Juni 1949."
Tugu
ini ditopang oleh bangunan balok segi enam mirip kelopak bunga, terbuat
dari semen dan pasir dilapisi pasir kuarsa. Lantai dasar tugu berbentuk
segi enam berundak setinggi ± 1,5 meter. Tugu Pergerakan Kemerdekaan
saat ini merupakan salah satu Benda cagar Budaya Kota Pangkalpinang.
Informasi
Keterangan
Ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya melalui penetapan No. PM.13/PW.007/MKP/2010Wisma Satoe
Wisma Timah Satoe (Woonhuis
Te Pangkalpinang) terletak di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 20,
terletak pada sisi utara rumah Residen (Residentshuis Te Pangkalpinang
op Bangka), berada pada posisi posisi 02°07'14² LS dan 106°06'46² BT.
Rumah
ini pernah menjadi rumah dinas asisten residen Belanda ketika
pemerintahan kolonial Belanda menerapkan Bestuurhervorming Wet pada
Tahun 1922 yang mengenal tiga tingkat daerah otonom yaitu provinsi
(provinsi ordonansi), kabupaten (regensche ordonansi) dan kota
(staatsgmente ordonansi), terutama pada masa pemerintahan residen
Bangka, Starhamer HM (memerintah pada tahun 1931-1934 Masehi),
ketika pada waktu itu Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan menjadi
Residentie en Orderherichgheiden dengan pulau utama Bangka sebagai
residen dan pulau Belitung beserta pulau-pulau kecil lainnya sebagai
onder afdelingen yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen, atas dasar
ordonansi tanggal 2 Desember 1933, Stbl. Nomor 565. Pada sisi sebelah
Timur gedung Wisma Timah Satoe terdapat kantor pengadilan (landraad),
kantor asisten residen (asistent resident cantoor, sekarang BB centre
point) yang bersebelahan di sisi Selatannya dengan kantor residen
(resident cantoor, yang pernah dijadikan sebagai kantor sementara
Gubernur Kepulauan Bangka Belitung ketika provinsi ini baru dibentuk).
Gedung Wisma Timah Satoe adalah bangunan satu lantai dengan atap
berbentuk limas, dinding batu bata, lantai tegel berwarna kuning
bermotif. Pintu dan jendela dibuat dari kayu dan kaca. Bangunan utama
memiliki satu ruang tamu, ruang keluarga dan empat kamar tidur (satu
kamar tidur utama). Dapur dan bangunan untuk kamar pembantu/sopir
terpisah dari bangunan utama dihubungkan dengan selasar. Kondisi
bangunan terawat dengan baik, belum banyak yang diubah, kecuali
penambahan ruang penerima tamu pada bangunan kamar pembantu dan sopir
sebagai fasilitas tambahan. Bangunan Wisma Timah Satoe seluas 1.292 m²,
berdiri di atas lahan seluas 2.829 m² saat ini difungsikan sebagai
penginapan.
Bangunan
Wisma Timah Satoe adalah salah satu Cagar Budaya Kota Pangkalpinang
(Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor :
PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010) dan dilindungi
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar