Sabtu, 17 Oktober 2015

Pariwisata Kota Pangkalpinang

Wisata Budaya

Sebagai bagian dari rentang dan rumpun tanah Melayu, Pangkalpinang memiliki beragam adat istiadat dan budaya. Keanekaragaman etnis dari berbagai nusantara membentuk budaya yang unik dan menarik, serta kesenian tradisional yang terus berkembang pesat. Keanekaragaman budaya ini bersatu dalam sebuah kesatuan dan kebersamaan, sehingga tercipta rasa saling memiliki dan menghargai adat, tradisi dan budaya masing-masing. Keunikan-keunikan dari ragam budaya yang ada ini sangatlah menarik untuk Anda saksikan.



Kelekak Community

Berlokasi di kawasan Hutan Taklok Tuatunu Pangkalpinang, 5 km dari pusat Kota, Kelekak Community merupakan kawasan hutan masyarakat yang dikembangkan menjadi eksotisme alam berbalut budaya lokal Bangka.
Di sini wisatawan dapat menikmati keindahan alam hutan, permainan budaya Bangka, rumah tradisional, peralatan dan perlengkapan tradisional masyarakat Bangka, makanan khas Bangka serta tempat peribadatan masjid kayu yang bercirikan budaya lokal.
Setiap wisatawan yang berkunjung akan disuguhkan tarian khas Bangka sebagai penyambut kedatangan. Selain itu destinasi budaya ini juga memiliki miniatur Ka’bah yang bisa dijadikan lokasi manasik haji bagi masyarakat Bangka.
Kemasan Kelekak Community menjadi miniatur perkampungan masyarakat Bangka abad 18 yang dibangun untuk menghadirkan bagaimana suasana kehidupan penduduk Bangka dan kebiasaan sehari-hari.

Milang Ari

Milang Ari adalah upacara yang berhubungan dengan crisis rate, atau upacara yang berhubungan dengan tahapan tahapan kehidupan manusia khususnya yang berhubungan dengan upacara kematian. Pihak keluarga yang meninggal dunia mengadakan sedekah untuk mengenang yang meninggal dunia.
Dimulai pada hari pertama sampai hari ketujuh, kemudian pada hari ke dua puluh lima (Nyelawe), empat puluh hari, seratus hari (Nyeratus) kemudian seribu hari (Nyeribu), kemudian dilaksanakan pada tiap tahun yang disebut Naun.

Pawai Ta'aruf

Pawai Ta'aruf, adalah pawai tradisional yang diikuti semua lapisan masyarakat dan diadakan dalam menyambut hari-hari besar Islam, yang mana sebagian besar mayarakat melakukan pawai keliling kota dengan menggunakan baju muslim yang beraneka ragam.
Sambil melantunkan salawat dan lagu-lagu Islami, mengusung replika Alquran dan poster berisi pesan menjauhi maksiat. Upacara ini diadakan dalam Pawai Ta’aruf ini menjadi tontonan yang menarik bagi wisatawan.

Peh Cun

Peh Cun merupakan tradisi masyarakat Tionghoa untuk menghormati meninggalnya seorang bangsawan yang sangat dicintai rakyat bernama Qu Yuan (pada zaman dinasti Chu tahun 340 SM). Perayaan ini dilaksanakan setiap tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek.
Masyarakat Tionghoa beramai-ramai melaksanakan ritual di Pantai (di Pangkalpinang dipusatkan di Pantai Pasir Padi). Prosesi ritual dilakukan mulai dengan sembahyang kemudian dilanjutkan beramai ramai membuang kue Chang ke laut (Kue yang terbuat dari Ketan dan diisi dengan daging atau udang) sebagai simbol penghormatan.
Pada tepat tengah hari tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek ada keunikan dimana telor Ayam mentah yang masih segar dapat didirikan dan air laut Pantai Pasir Padi mengalami puncak pasang surut yang sangat jauh sekitar 1 km.

Permainan Barongsai

Permainan Barongsai biasanya dilakukan pada saat upacara dan biasanya digelar saat bulan purnama atau pada acara acara khusus masyarakat keturunan Tionghoa seperti peringatan Imlek, Cap Go Meh, Sembahyang Rebut (Ghost Hungry), Sembahyang Kubur (Ceng Beng), Pot Ngin Bun, Peh Cun dan upacara kemasyarakatan lainnya.
Pada acara keagamaan biasanya pertunjukan Barongsai diadakan di Kelenteng kelenteng besar Kota Pangkalpinang, seperti Kelenteng Kwan Tie Miau, dan Kelenteng Satya Budi. Pertunjukan Barongsai juga sering dilombakan baik dalam rangka memperingati hari-hari besar umat Kong Hu Cu atau event kebudayaan dan kepariwisataan.

Ritual Ceng Beng

Ritual Ceng Beng atau sembahyang kubur merupakan upacara perwujudan dari sikap masyarakat Tionghoa yang sangat mencintai dan menghormati leluhurnya, seluruh keluarga baik yang ada di Pangkalpinang atau di perantauan berupaya untuk pulang dan melaksanakan ritual.
Kegiatan Ritual dimulai dengan membersihkan kuburan atau pendem biasanya dilakukan 10 hari sebelum pelaksanaan Ceng Beng. Puncak kegiatan dilaksanakan pada tiap tanggal 5 April kalender Masehi. Kegiatan dilaksanakan sejak dini hari hingga terbit fajar dengan melakukan sembahyang dan meletakkan sesajian berupa aneka buah-buahan (sam kuo), ayam atau babi (sam sang), arak, aneka kue, dan makanan vegetarian (cai choi), uang kertas (kim cin) dan membakar garu (hio).
Suasana di pekuburan khususnya di pekuburan Sentosa pada saat itu sangat semarak dengan lampion dan beraroma hio yang menyengat hidung serta diiringi dengan alunan musik Belaz Band atau Tanjidor.

Tradisi Nganggung

Sebagai  bagian dari rentang dan rumpun tanah Melayu, Pangkalpinang memiliki beragam adat istiadat dan budaya. Keanekaragaman etnis dari berbagai nusantara membentuk budaya yang unik dan menarik, serta kesenian tradisional yang terus berkembang pesat.
Nganggung, merupakan tradisi gotong royong masyarakat Kota Pangkalpinang dengan membawa makanan lengkap di atas dulang kuningan yang ditutup dengan tudung saji. Tiap pintu rumah (keluarga) membawa satu dulang yang terbuat dari Kuningan, berisi makanan sesuai dengan status dan kemampuan keluarga tersebut.
Tradisi Nganggung sering juga disebut dengan adat Sepintu Sedulang. Tradisi ini biasanya dilakukan pada upacara upacara keagamaan, seperti hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, Mauludan, Nisfu Sya’ban, dan pada kegiatan  Muharam.
Kegiatan Nganggung biasanya dilakukan di Masjid dan di Kota Pangkalpinang sering dilaksanakan Nganggung Akbar di Rumah Dinas Walikota setelah dilaksanakan pawai Taaruf.

Tradisi Ruwahan

Ruwahan atau sedekah ruah merupakan upacara penyambutan terhadap kedatangan bulan suci Ramadhan. Ruwahan dilakukan pada pertengahan bulan Sya’ban sehingga sering disebut dengan Nisfu Sya’ban, pada bulan ini masyarakat biasanya melakukan acara bersih kubur dan ziarah ke kuburan keluarga masing masing.
Pada pekan pertengahan bulan Sya’ban masyarakat melaksanakan acara sedekah ruah dengan menyiapkan makanan, biasanya tidak ketinggalan gulai ayam atau daging sapi untuk disantap bersama baik oleh keluarga maupun oleh tetangga sekitarnya. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan terhadap arwah orang yang sudah meninggal dan merupakan warisan dari Hinduisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar